Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) Inpres No 6 Tahun 2019,  bertujuan untuk mempromosikan praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Rencana tersebut biasanya mencakup langkah-langkah konkret dan indikator kinerja yang harus dicapai untuk memastikan industri kelapa sawit dapat beroperasi secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan. RAN KSB dapat melibatkan beberapa komponen, seperti pengelolaan lahan yang berkelanjutan, perlindungan keanekaragaman hayati, konservasi sumber air, peningkatan kualitas dan produktivitas perkebunan, pengelolaan limbah, hak asasi manusia, dan partisipasi masyarakat lokal. Rencana tersebut juga dapat mencakup upaya dalam meningkatkan tata kelola perkebunan, pemantauan dan pelaporan keberlanjutan, serta peningkatan akses pasar dan nilai tambah bagi produk kelapa sawit berkelanjutan.

Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) di Indonesia mencakup prinsip-prinsip perkebunan sawit berkelanjutan yang harus dipatuhi dan diterapkan oleh industri sawit. Berikut adalah beberapa prinsip yang tercakup dalam RAN-KSB:

  1. Kepatuhan terhadap hukum dan regulasi: Perkebunan sawit berkelanjutan harus beroperasi dengan mematuhi semua hukum dan regulasi yang berlaku, termasuk peraturan lingkungan, perburuhan, dan tata kelola.
  2. Konservasi keanekaragaman hayati: Prinsip ini mengacu pada perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Perkebunan sawit berkelanjutan harus mengintegrasikan praktik-praktik yang mempromosikan pelestarian ekosistem dan habitat alami serta mengelola kawasan lindung di sekitar perkebunan.
  3. Pengelolaan lahan yang baik: Prinsip ini menekankan perlunya mengelola lahan secara efisien dan bertanggung jawab. Hal ini mencakup manajemen yang baik terhadap tanah, air, dan sumber daya alam lainnya untuk memastikan penggunaan yang berkelanjutan.
  4. Hak asasi manusia dan hubungan masyarakat: Prinsip ini mengacu pada perlunya menghormati hak asasi manusia, termasuk hak-hak pekerja dan komunitas lokal yang terdampak oleh kegiatan perkebunan sawit. Perkebunan sawit berkelanjutan harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat setempat dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan.
  5. Produktivitas dan efisiensi ekonomi: Prinsip ini mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam operasional perkebunan sawit. Hal ini melibatkan penerapan praktik-praktik terbaik dalam manajemen perkebunan, penggunaan teknologi yang tepat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas produksi.
  6. Transparansi dan akuntabilitas: Prinsip ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam operasional perkebunan sawit. Perusahaan harus memberikan akses terbuka untuk informasi, mengungkapkan kinerja keberlanjutan mereka, dan melibatkan pihak terkait dalam pelaporan dan pemantauan.
  7. Inovasi dan penelitian: Prinsip ini mendorong perkebunan sawit berkelanjutan untuk terus menerapkan inovasi dan berpartisipasi dalam kegiatan penelitian untuk meningkatkan praktik-praktik berkelanjutan dalam industri sawit.

SISKA (Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit) adalah pendekatan integrasi antara peternakan sapi dan perkebunan kelapa sawit. Pendekatan ini mencakup penggembalaan sapi di antara barisan tanaman kelapa sawit, dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan lahan, mengontrol gulma, meningkatkan kualitas tanah, serta memberikan manfaat ekonomi kepada petani. 

Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA) dapat mendukung implementasi prinsip-prinsip perkebunan sawit berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara di mana integrasi ini dapat berkontribusi pada praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan:Diagram

Description automatically generated

  1. Diversifikasi pendapatan: Integrasi sawit-sapi dapat memberikan sumber pendapatan tambahan bagi petani sawit. Diversifikasi pendapatan membantu mengurangi ketergantungan pada satu komoditas dan dapat meningkatkan keberlanjutan ekonomi petani.
  2. Pengelolaan limbah: Integrasi sawit-sapi dapat membantu mengelola limbah dari peternakan sapi, seperti kotoran sapi, dengan memanfaatkannya sebagai pupuk organik untuk tanaman sawit. Dengan demikian, penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kualitas tanah.
  3. Pengendalian gulma: Penggembalaan sapi di antara barisan tanaman sawit dapat membantu mengendalikan pertumbuhan gulma di perkebunan sawit. Metode rotational grazing yang diterapkan dalam integrasi sawit-sapi dapat membantu mempertahankan kebersihan dan produktivitas perkebunan sawit.
  4. Pemulihan tanah: Integrasi sawit-sapi dapat membantu dalam pemulihan dan pemeliharaan kualitas tanah di perkebunan sawit. Dengan menggunakan padang rumput sebagai area penggembalaan sapi, pemadatan tanah dapat dikurangi, struktur tanah dapat ditingkatkan, dan ketersediaan nutrisi dapat ditingkatkan melalui siklus pupuk alami.
  5. Pengurangan konflik manusia-hewan: Integrasi sawit-sapi dapat membantu mengurangi konflik antara manusia dan satwa liar di sekitar perkebunan sawit. Dengan memberikan area penggembalaan untuk sapi, tekanan pada habitat alami satwa liar dapat berkurang, mengurangi kemungkinan konflik dan kerugian bagi petani sawit.
  6. Peningkatan keanekaragaman hayati: Integrasi sawit-sapi dapat berkontribusi pada peningkatan keanekaragaman hayati di perkebunan sawit. Dengan adanya area padang rumput yang dikelola dengan baik, habitat baru dan sumber pakan dapat tercipta, yang dapat mendukung kehadiran serangga, burung, dan satwa lainnya.

Perkebunan sawit sangat potensial untuk memproduksi bakalan (cow calf operation) dan produksi sapi siap potong yang dihasilkan dari penggembalaan (grassfed). Hal ini didukung dengan ketersediaan biomass di perkebunan sawit sebagai sumber pakan. Keberhasilan pembiakan sapi di perkebunan sawit harus di dukung sumberdaya manusia yang memiliki passion penggembala (stockman) yang mampu mengelola kawanan sapi, kontrol nutrisi, mengelola pastura dan mensinergikan aktivitas peternakan sapi dengan aktivitas perkebunan sawit secara harmonis. Implementasi SISKA dalam Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) dapat dilakukan melalui beberapa langkah:

  1. Perencanaan area integrasi: Identifikasi area di dalam perkebunan kelapa sawit yang dapat digunakan untuk penggembalaan sapi. Perencanaan ini harus mempertimbangkan aspek agronomi, kondisi lahan, keberlanjutan, dan keseimbangan antara sapi dan tanaman kelapa sawit.
  2. Infrastruktur dan fasilitas: Persiapkan infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan untuk mendukung integrasi SISKA, seperti pembuatan jalan penggembalaan, pengaturan pagar atau pembatas, dan pengadaan sumber air yang cukup.
  3. Pengelolaan pakan sapi: Identifikasi jenis pakan dan manajemen pakan yang tepat untuk sapi dalam konteks perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah kelapa sawit, seperti serabut kelapa sawit atau pelepah, sebagai pakan tambahan dapat dilakukan untuk mengurangi biaya pakan dan memanfaatkan sumber daya yang ada.
  4. Rotational grazing: Terapkan prinsip rotational grazing, di mana sapi dipindahkan dari satu area ke area lain secara teratur. Hal ini membantu dalam pengendalian gulma, pemupukan alami dengan kotoran sapi, dan memastikan penggunaan lahan yang seimbang.
  5. Pengelolaan limbah: Manfaatkan limbah sapi, seperti kotoran sapi, untuk keperluan pemupukan organik pada tanaman kelapa sawit. Pengelolaan limbah ternak dengan baik membantu menjaga kualitas tanah dan mengurangi dampak lingkungan negatif.
  6. Pelatihan dan keterampilan: Berikan pelatihan kepada petani sawit dan peternak sapi mengenai prinsip-prinsip integrasi SISKA, manajemen pakan, pengelolaan peternakan, serta teknik penggembalaan yang baik dan efisien.

Implementasi SISKA dalam Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak terkait. Berikut adalah beberapa pemangku kepentingan yang perlu berkolaborasi dalam implementasi SISKA untuk RAN KSB:

  1. Pemerintah: Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam implementasi SISKA. Mereka bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan, peraturan, dan pedoman yang mendukung integrasi SISKA dalam konteks RAN KSB. Pemerintah juga bertugas mengkoordinasikan berbagai pihak terkait dan memberikan dukungan teknis serta keuangan yang diperlukan.
  2. Petani dan peternak: Petani kelapa sawit dan peternak sapi adalah pihak yang secara langsung terlibat dalam implementasi SISKA. Mereka perlu berkolaborasi dalam mengadopsi praktik SISKA, mengelola peternakan dan perkebunan secara berkelanjutan, dan berbagi pengalaman serta pengetahuan dengan sesama petani dan peternak.
  3. Asosiasi Petani dan Peternak: Asosiasi petani kelapa sawit dan peternak sapi memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan upaya kolaboratif, mewakili kepentingan anggotanya, dan menyediakan pelatihan serta bimbingan teknis terkait implementasi SISKA. Melalui asosiasi, petani dan peternak dapat berdiskusi, berbagi informasi, dan mengadvokasi kebijakan yang mendukung integrasi SISKA.
  4. Institusi Penelitian dan Pendidikan: Institusi penelitian dan pendidikan, seperti perguruan tinggi, lembaga riset, dan pusat pelatihan, memiliki peran penting dalam menghasilkan pengetahuan dan teknologi terbaru yang berkaitan dengan SISKA. Mereka dapat melakukan penelitian, mengembangkan model integrasi SISKA yang inovatif, dan menyediakan pelatihan serta pendampingan kepada petani dan peternak.
  5. Industri Perkebunan Sawit: Perusahaan perkebunan kelapa sawit, baik perusahaan besar maupun kecil, memiliki tanggung jawab untuk mendukung implementasi SISKA dalam operasional perkebunan mereka. Mereka dapat memfasilitasi integrasi SISKA dengan menyediakan lahan, berkolaborasi dengan peternak sapi, dan menyediakan sumber daya yang diperlukan, seperti infrastruktur dan teknologi.
  6. Organisasi Non-Pemerintah (LSM): LSM yang fokus pada pertanian berkelanjutan dan keberlanjutan lingkungan juga dapat berperan dalam implementasi SISKA. Mereka dapat memberikan dukungan teknis, pelatihan, dan advokasi terkait keberlanjutan integrasi SISKA dalam RAN KSB. LSM juga dapat berperan sebagai pengawas independen dan memastikan implementasi yang benar dan transparan.

Kolaborasi dan kemitraan antara semua pemangku kepentingan ini akan menjadi kunci keberhasilan implementasi SISKA dalam RAN KSB. Kolaborasi yang kuat dan saling melengkapi, berbagi pengetahuan, dan membangun sinergi untuk mencapai tujuan keberlanjutan perkebunan sawit yang inklusif dan berkelanjutan.

Dirangkum dari berbagai sumber. File PDF tersedia di www.siskaforum.org 

Penulis : Wahyu Darsono/Sekjend GAPENSISKA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *